CO.CC:Free Domain

Senin, 07 Juli 2008

Lebih Dua Jam Menembus Ciputat

Siang tadi, saya berangkat dari rumah di Pamulang sekitar pukul 13.00. Biasanya, saya melaju melalui Pondok Cabe dan sampai di kantor sekitar satu jam kemudian. Tapi tadi, saya tidak melewati Pondok Cabe. Sebab, pikir saya, ada jalan lain yang lebih cepat.

Jalan mana lagi kalau bukan lewat Ciputat. Sebab, bayangan saya, Ciputat kini sudah bebas macet. Maksudnya, bukan berarti macet bebas bergentayangan di sana. Ini arti sebenarnya: Ciputat tidak lagi macet. Sebab, jembatan layang yang mengurai kemacetan itu sudah selesai. Saya sudah pernah mencobanya dua kali. Wuzzz, wuzzz.......

Maka saya pun menempuh Ciputat. Tapi, Masya Allah, baru beberapa meter sampai di jalan pasar Ciputat (yang terbagi dua jalur itu), kemacetan langsung menghadang. Tapi, saya mencoba berdamai dengan pikiran: paling-paling itu akibat puteran tak jauh dari situ. Saya pun terus melaju, hingga melewati puteran. Di situ, agak longgar dikit. Tapi beberapa meter kemudian, macet menghadang dengan gila.

Saya sudah tidak bisa kemana-mana. Saya masih berharap kemacetan cuma diakibatkan oleh ulah angkot dan bus-bus yang parkir/ngetem sembarangan. Saya sempat menggerundel dalam hati: kalau angkot dan bus-bus itu tidak ada yang menertibkan dan bikin macet, percuma jalan layang dibikin mahal-mahal.

Mobil bergerak sangat pelan. Saya tetap bersabar. Mau gimana lagi? Dari jauh, saya melihat punggung beberapa mobil di atas bagian tengah jalan layang Ciputat, pas belokan ke kanan. Saya tidak sempat berpikir apa yang terjadi dengan mobil itu. Pikiran saya fokus pada upaya melepas diri dari kemacetan.

Lepas dari kemacetan itu, saya melihat dua mobil berbalik arah, satu taksi dan satu lagi mobil pribadi. Saya sempat marah melihat mereka. Enak saja, main lawan arah. Saya langsung naik ke jembatan layang Ciputat. Tenang. Saya terbebas dari kemacetan. Seger lagi. Alhamdulillah.

Tapi, belum begitu jauh, tiba-tiba saya dihadang oleh punggung-punggung mobil yang berjejer kayak pawai. Mobil-mobil itu nyaris tidak bergerak. Alamak, macet lagi. Ini tidak ada pilihan lain. Apalagi kemudian banyak mobil lain berjejer di belakang mobil saya, memanjang entah sampai ke mana. Saya merutuk sendiri. Kalau begini, jam berapa bisa sampai di kantor. Berangkatnya saja aku tadi sudah telat, karena ketiduran.

Aku melirik jam. Sudah pukul 14.00 WIB. Mobil-mobil nyaris tidak bergerak. Angkot mencoba memepet mengambil sisi kanan. Akibatnya, barisan mobil jadi tiga. Itu belum lagi sepeda motor yang merangsek ramai-ramai, mencari celah-celah untuk bisa melaju melintasi mobil-mobil yang sudah kayak kemacetan mudik itu. Sungguh menjengkelkan.

Dari seorang tukang jual rokok/minuman yang lewat, kudapat kabar kemacetan akibat ada pengaspalan jalan di kaki jembatan layang. "Kenapa tidak dikasih tahu? Kalau dikasih tahu kita kan bisa lewat jalan lain," kataku mengeluh pada abang tukang minuman itu. "Di bawah juga macet Pak." Maksud saya sebetulnya bukan itu. Jika ada pemberitahuan, pengendara mobil bisa melewati Pondok Cabe.

Atau mestinya, kontraktor yang membangun jembatan mencari cara lain: misalnya proses pengaspalan dilakukan pada malam hari, bukan pada jam-jam sibuk seperti itu. Terus, saya sempat berpikir, polisi pada kemana, kok nggak mencoba memecahkan kemacetan. Berbagai pikiran melintas spontan saja. Siang sangat terik.

Lebih dua jam, aku terjebak di kemacetan Ciputat itu. Ketika sampai di ujung jembatan layang, terliat alat berat pengaspal jalan teronggok di sana bersama para pakerja yang sedang bertugas. Seorang polisi tampak di depan pintu masuk Megamall Ciputat, hanya mengatur mobil yang keluar dari mall itu, yang berjarak bebapa meter dari ujung kemacetan. Ia tidak berusaha untuk mengurai kemacetan itu agar lebih cepat teratasi.

Mobilku bergerak. Tak berapa jauh dari sana, di sebelah kiri, sebuah mobil Carens polisi terparkir di sana. Terlihat seorang polisi sedang berada di sekitar situ. Tampaknya, ia tidak punya ide apa pun untuk mengurai kemacetan. Ia tampak santai dan malas.

Jumat, 04 Juli 2008

Melaju di Jembatan Layang Ciputat

Malam ini, pulang dari kantor, lepas dari Lebak Bulus ke arah Ciputat mobil bergerak merayap, sangat pelan. Ternyata, ada sebuah bus besar sedang mogok di daerah perumahan dosen UI, Ciputat. Lewat mobil mogok yang mengambil sebagian badan jalan itu lalu lintas kembali sangat lancar. Maklum, jam telah melewati angka 9. Saya pun terus melaju. Lewat pasar Ciputat untuk pulang ke Pamulang.

Sekitar dua ratus meter sebelum sampai di kaki jembatan layang Ciputat, saya menyaksikan sesuatu yang mengejutkan: sejumlah mobil dan sepeda motor naik ke atas. Jembatan layan Ciputat telah selesai. Saya pun, malam ini, mencobanya, mengendarai mobil di jalan nan mulus itu.

Tapi sayangnya, ketika turun dari jembatan di depan Ramayana, angkot tampak ngetem sembarangan, tidak teratur. Di situ, jalanan kembali tersendat. Tampaknya, Pemerintah Kabupaten Tangerang perlu menertibkan angkot-angkot (termasuk bus, kecil maupun besar) yang kadang ngetem seenaknya di daerah Pasar Ciputat. Sebab itu jelas membuat kemacetan baru. Mereka bisa menghalangi orang yang akan mengakses atau turun dari jalan layang.

Punya jembatan layang, tapi macet juga, ya percuma. MUS

Selasa, 24 Juni 2008

Jalan Rusak Bikin Semaput

Istri saya kerap marah pada saya karena selalu mengelak jika diminta datang ke rumah orangtuanya. Bukan karena saya enggan bertemu mertua, tapi saya menghindari dosa. Lo kok? Ini tak ada hubungannya dengan mertua saya.

Saya kerap merasa berdosa karena tiap mengarah ke rumah mertua di kawasan komplek Inkoppol Kranji, Bekasi saya sering mengumpat di tengah jalan. Apalagi istri saya tengah hamil, saya tak ingin jabang bayi sudah mendengar gerundelan tak keruan dari bapaknya.

Umpatan saya tentu ada sebabnya. Apalagi kalau bukan karena jalan yang rusak, ah mungkin kata rusak terlalu lunak, hancur tepatnya, menghadang sepanjang jalan Kyai Noer Ali kawasan jalan utama di kota Bekasi. Saat membawa kendaraan saya harus waspada dan hati-hati, maklum jalan itu bukan cuma lubang yang menganga, tapi batu kali yang tajam siap menghadang ban mobil.

Ancaman patah kaki-kaki mobil dan ban pecah tentu saja selalu menghadang. Belum lagi, ancaman nyawa bagi para pengendara motor yang harus beradu debu dengan pengendara mobil. "Apa Walikota Mochtar Mohammad itu bisa tidur nyenyak kalau jalan rusak seperti ini?" begitu sering saya bertanya pada diri saya dan istri saya.

Pak Walikota Mochtar mungkin bisa tidur nyenyak di ranjang yang empuk. Tapi apakah dia memikirkan nasib rakyatnya yang harus berjibaku tiap malam melewati jalan yang rusak itu. Apakah pikirannya tak terusik ketika ada berita warganya jatuh dan menjadi korban jalan yang rusak? Ah, bisa jadi dia juga pusing tujuh keliling memikirkan jalan-jalan yang rusak itu. Saya berkhusnudzon saja kalau dia memang memikirkannya......

Brandallokajaya
http://brandallokajaya.wordpress.com

Jalan Kembali Rusak

Kualitas Perbaikannya Tidak Optimal untuk Kendaraan Berat

Sumber: Kompas, Selasa, 24 Juni 2008 01:55 WIB

Jakarta, Kompas - Kerusakan jalan di beberapa tempat di Jakarta tetap saja terjadi. Padahal dalam periode Januari-Mei 2008 semua jalan rusak sudah berkali-kali diperbaiki, tetapi kini rusak lagi karena perbaikan tidak dilakukan secara optimal dan hanya bersifat tambal sulam.
Pemantauan yang dilakukan pada hari Senin (23/6) terlihat ruas jalan rusak ditemukan di Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Akan tetapi, kerusakan terparah terlihat di banyak tempat di Jakarta Utara dan Jakarta Timur.

Kerusakan parah terlihat di Jalan Kramat Jaya, Jakarta Utara, yakni antara Islamic Center hingga Pasar Tugu, dan Ramayana. ”Jalan rusak ini sudah pernah diperbaiki, tetapi saat ini sudah rusak parah lagi,” kata Agus (35) dan Tono (30), tukang ojek di depan Pasar Tugu.
Jalan berlubang sedalam 20-30 sentimeter dengan lebar mencapai 1 meter tersebar di sepanjang ruas jalan rusak itu.

”Waktu hujan yang lalu, jalan berubah jadi kubangan. Sudah ada tiga orang yang tewas akibat kecelakaan di jalan ini,” kata Ali D (39), pemilik bengkel mobil di tepi jalan itu.
Dia mengatakan, sudah keterlaluan jika pemerintah tidak segera memperbaiki jalan itu. Di Kramat Jaya ada rumah sakit, tiga pasar tradisional, satu pasar modern, kantor bank, dan satu lagi mal sedang dibangun. ”Infrastruktur jalannya malah tidak diperbaiki,” kata Ali.

Badan jalan yang hancur juga terlihat di sepanjang 500 meter ruas Jalan Raya Cilincing, antara simpang Tanah Merdeka hingga Jalan Baru, Kalibaru. Sepanjang jalan itu ada 30 lubang sedalam 10-25 cm dengan lebar bisa mencapai 80 cm.

Ismail (42), sopir Metromini U23, trayek Cilincing-Tanjung Priok, bersama sopir lain secara sukarela menutupi lubang-lubang jalan dengan batu, kerikil, dan puing bangunan. Mereka sepakat, baik sopir Metromini U23 maupun Mikrolet KWK 02 mengumpulkan uang Rp 5.000 buat membeli material tersebut.

Mahmud (34), warga RW 03 Semper Timur, Cilincing, mengatakan, akibat jalan rusak, banyak kendaraan rusak. ”Kalau lubang tidak ditutupi, kami bisa tekor setiap hari. Seharusnya kalau jalan lancar bisa 10 rit per hari, kini malah hanya bisa enam rit per hari,” tutur Mahmud, yang juga sopir Mikrolet KWK 02.

Berkirim surat

Lurah Semper Timur, Cilincing, Imawan Wahyudi sudah mengirim surat dan pemberitahuan kepada instansi terkait soal kerusakan jalan itu. Warganya sudah berswadaya menutup lubang, tetapi tetap rusak karena jalan itu merupakan jalur alternatif angkutan peti kemas, truk tanah, dan angkutan berat lainnya.

Kepala Unit Lalu Lintas Polsek Metro Cilincing Inspektur Satu Norin menjelaskan, jalan rusak itu sangat berbahaya bagi pelintas, terutama pengendara sepeda motor dan mobil kecil. Setiap hari pihaknya menempatkan dua petugas untuk mengatur arus lalu lintas di jalan tersebut.
Jalan Raya Yos Sudarso, misalnya, antara Markas Polres Metro Jakarta Utara dan Kantor Wali Kota Jakarta Utara dengan kawasan Plumpang, sudah mulai rusak dan berlubang. Selama Januari hingga Mei, ada empat kali perbaikan di ruas sepanjang 800 meter itu. Pekerjaan perbaikan itu berupa penambalan dan pelapisan ulang dengan aspal.

Jalan rusak juga terlihat di sekitar Cawang dan Rawasari, Jakarta Timur. Di Cawang, lapisan aspal terkelupas dan badan jalan mulai berlubang. Kondisi yang sama terlihat di Palmerah Utara sejak persimpangan Slipi, Jakarta Barat. Jalan kembali bergelombang dan aspalnya tergerus.

Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif Sugianto mengungkap beberapa faktor pemicu kerusakan jalan. Namun, ada dua faktor dominan, yakni pekerjaan proyek dilakukan asal jadi atau tidak sesuai bestek. Hal lain adalah karena pekerjaan dilakukan pada musim hujan. ”Faktor terakhir ini bersifat temporer saja,” katanya.

Kata Sugianto, banyak ruas jalan di Jakarta Utara, misalnya, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan saat ini. Ada ribuan kendaraan berat seperti trailer dan tronton terpaksa melewati jalankecil karena jalan utama sudah padat. Jalan jadi cepat rusak.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Teguh Wardoyo mengatakan, pihaknya memang sedang menyelidiki pekerjaan jalan yang tidak sesuai bestek, yang ada potensi hilangnya uang negara. (CAL)

Sabtu, 21 Juni 2008

Jalan Utama Vila Pamulang Rusak Berat

Jika Anda sesekali bertandang ke Vila Pamulang, Tangerang, jangan kaget kalau sepeda motor atau mobil Anda, di beberapa tempat, harus meliuk-liuk untuk menghindari lubang-lubang di jalan utama kompleks itu. Boleh dibilang, akses warga perumahan ini sama sekali tidak nyaman. Di sekitar Blok DF, misalnya, dekat tempat cuci mobil, lubang-lubang sudah mirip kubangan. Kalau hujan, lubang-lubang itu diisi oleh genangan air, dan becek.

Bagi pengguna mobil jenis sedan, melewati "kubangan" itu butuh perjuangan sendiri. Sebab, salah-salah bisa menyebabkan mobil kandas atau dek bawahnya tergesek jalan yang nyaris tinggal tanah karena lapisan aspal telah tergerus. Melangkah sedikit lagi ke depan, akan bertemu jalanan becek (jika hujan). Entah kapan, hal itu akan tetap terus begitu. Yang pasti, ini menimbulkan kejengkelan orang-orang yang melintas.

Sebelumnya, jalan di seputar Taman Swadaya, juga luar biasa parahnya. Tapi, entah bagaimana, beberapa waktu lalu sudah dilapisi aspal goreng (aspal campur pasir). Beberapa lama, sempat nyaman juga melewati jalan itu. Tapi, kini aspal goreng itu mulai terkelupas pula. Tampaknya, tidak lama lagi, kubangan akan kembali muncul di situ. Dulu, di jalanan di sekitar itu, memang kubangan besar-besar.

Tidak jelas, ini sebetulnya tanggungjawab siapa. Tanggungjawab pengembang Vila Pamulang atau Pemda Kabupaten Tangerang? Buat warga, sebetulnya tidak penting itu tanggungjawab siapa. Terpenting, bagaimana ia bisa menggunakan jalan dengan aman dan nyaman. Sebab, pengalaman membuktikan, jalan rusak bukan saja bikin tak nyaman, juga rawan terhadap kecelakaan. Berapa banyak korban telah jatuh akibat jalan rusak.

Genangan di Lintasan Sawangan

Minggu minggu lalu, saya ada janji ketemu teman di daerah Depok Lama. Dari Pamulang, mengendarai mobil, saya melewati jalan Sawangan. Belum jauh memasuki jalan Sawangan ke arah Depok, kemacetan segera menghadang. Saya jadi deg-degan, masalah waktu buat saya untuk sampai di Depok Lama sekitar setengah jam lagi. Jika kemacetan sampai lebih setengah jam, artinya saya akan terlambat ketemu dengan teman itu.

Saya bertanya-tanya, apa yang terjadi. Jangan-jangan, kemacetan ini sampai beberapa kilometer, seperti pernah saya alami ketika sejumlah bagian jalan lintas Sawangan-Depok itu sedang dicor dulu. Untunglah, kemacetan itu sekitar 15 menit saja. Beberapa meter sebelum Perumahan Bukit Rivaria Sawangan, saya menyaksikan pemandangan yang menggelikan sekaligus menjengkelkan: air tergenang di jalanan yang berlubang-lubang.

Itulah sumber kemacetan itu. Dek mobil saya sampai berbunyi duk alias kandas di salah satu lubang yang ditutup air itu. Saya jadi ingat Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail: mengapa jalan itu tidak diperbaiki. Beberapa hari lalu, saya cerita kepada teman di kantor yang rumahnya berada di Bukit Rivaria. Ia bercerita pernah menyampaikan hal itu kepada salah satu petinggi Depok yang sempat makan di restoran milik teman itu. Jawaban petinggi itu, menurut saya, menggelikan: "Nggak punya duit, Bu." Ah! Klise.

Demi Sumbangan



Aksi pencari sumbangan yang beroperasi di tengah jalan, rupanya juga ada di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang. Persisnya di depan kompleks DeLatinos. Terkadang, mereka sampai mengambil sebagian badan jalan. Tampaknya perintah daerah setempat di berbagai daerah, tak hanya di Tangerang, perlu mengatur para pencari sumbangan untuk tujuan mulia ini (demi membangun/perbaikan tempat ibadah). Ini agar lebih tertib dan tidak mengganggu lalu lintas. [foto ini diambil beberapa waktu lalu di kawasan DeLatinos]